Pantun Nasib
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pesaka
Gadis Aceh berhati gundah
Menanti teruna menghulur tepak
Gula manis sirih menyembah
Adat dijunjung dipinggir tidak
Manis sungguh gula Melaka
Jangan dibancuh dibuat serbat
Sungguh teguh adat pusaka
Biar mati anak jangan mati adat
Anak teruna tiba di darat
Dari Makasar langsung ke Deli
Hidup di dunia biar beradat
Bahasa tidak dijual beli
Menanam kelapa di Pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitab Allah
Buah berangan di rumpun pinang
Limau kasturi berdaun muda
Kalau berkenan masuklah meminang
Tanda diri beradat budaya
Laksamana berbaju besi
Masuk ke hutan melanda-landa
Hidup berdiri dengan saksi
Adat berdiri dengan tanda
Berbuah lebat pohon mempelam
Rasanya manis dimakan sedap
Bersebarlah adat seluruh alam
Adat pusaka berpedoman kitab
Ikan berenang di dalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Pokok pinang ditanam rapat
Puyuh kini berlari-lari
Samalah kita menjunjung adat
Tunggak budaya semai dihati
Bukan kacang sebarang kacang
Kacang melilit si kayu jati
Bukan datang sebarang datang
Datang membawa hajat di hati
Budak-budak berlari ke padang
Luka kaki terpijak duri
Berapa tinggi Gunung Ledang
Tinggi lagi harapan kami
Helang berbega Si Rajawali
Turun menyambar anak merbah
Dari jauh menjunjung duli
Sudah dekat lalu menyembah
Angin kencang turunlah badai
Seumur hidup cuma sekali
Tunduk kepala jatuh ke lantai
Jari sepuluh menjunjung duli
Gobek cantik gobek cik puan
Sirih dikunyah menjadi sepah
Tabik encik tabiklah tuan
Kami datang membawa sembah
Doa mustajab selalu terkabul
Kepada Allah kita panjatkan
Sebelum berlangsung ijab dan kabul
Majlis berinai kita dulukan
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang dibuku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh
Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja
Hanya sambal dengan kerupuk
Ingin makan selera tiada
Begini nasib bujang lapuk
Malam dingin hati merana
Kutanam pinang rapat-rapat
Hingga petang malampun pekat
Cari gadis tak dapat-dapat
Jandapun tak ada yang terpikat
Harimau hutan mencium bau
Menangkap ikan tak kena-kena
Cari yang baru tiada yang mau
Cari yang seken cari kemana?
Hulubalang penjaga kerajaan
Bawa buah dan sayuran
Lihat orang bermesraan
Telah ludah lutut gemetaran
Panjang ekor si ikan pari
Jangan ditukar ikan buntal
Begini hidup seorang diri
Tidur malam memeluk bantal
Memang panjang ekornya pari
Tapi lezat ikan tenggiri
Memang diri tak ingin sendiri
Siapa mau jadi istri?
Siapa hendak ikan buntal
Boleh bawa satu pikul
Tidur malam peluk bantal
Kalau siang peluk dengkul
PANTUN NASIB KASIH TAK SAMPAI
Pantun Nasib berikut ini bertemakan kasih tak sampai. Tersusun dalam sebuah bunga rampai. Bagai cerita yang tersusun. Namun semuanya berbentuk pantun.
Tulis surat dengan pena
Karena malu wajah merona
Tidur mata tiada lena
Teringat dia yang di sana
Beras tersimpan dalam peti
Jangan simpan dalam goni
Hanya dia yang di hati
Belum bersatu hingga kini
Jangan bermain di atas bara
Kalau luka obatnya tiada
Ingin hati meminang segera
Sayang uangnya belum ada
Sawah luas senanglah petani
Anak nelayan melempar sauh
Demi cinta dan kasihku ini
Rela diri merantau jauh
Dengar cerita Tulang Bawang
Sebuah nama dari kerajaan
Merantau demi mencari uang
Tuk melamar gadis pujaan
Sungguh cantik anak rusa
Karena corak pada bulu
Meski susah tiada kurasa
Karena wajahnya membayang slalu
Api kecil bisa berkobar
Meski awalnya terlihat samar
Rasa hati tidak sabar
Ingin pulang dan melamar
Belok kiri belok kanan
Awas ada tikungan
Meski jauh perjalanan
Hati riang kan bertemu pujaan
Sore hati makan rambai
Lihat bendera berkibar-kibar
Sebentar lagi akan sampai
Mengapa dada berdebar-debar
Langit biru menghampar mega
Kayu panjang dipatahkan
Tidak kusangka tidak kuduga
Gadis pujaan sudah dinikahkan
Batu kali batunya keras
Dalam kali terdapat emas
Air mata menetes deras
Lutut terkulai badanpun lemas
PANTUN NASIB NASIB JOMBLO
Pantun nasib jomblo abadi. Masihlah jomblo sedang mencari. Bukan tak mau dengan si dia. Sedang mencari yang berbudi bahasa. Pasangan bukanlah mainan. Memadu kasih dengan tujuan. Agar bahagia bukan impian. Tetapi ia menjadi kenyataan.
Memang jomblo nasibnya mengenaskan. Banyak teman tapi kesepian. Banyak main ke rumah teman. Jika pulang barulah sadar. Sadar diri masih sendiri. Hatinya pilu rasa menggelepar. Dalam hati mencaci diri.
Terasi sama dengan belacan
Bawa sekerat dibungkus koran
Barisan jomblo hampir pingsan
Melihat temannya bermesraan
Kumpul-kumpul sedang arisan
Arisannya di Cik Galih
Mengapa jomblo terus-terusan
Mungkin banyak memilih-milih
Sarapan pagi dengan bakwan
Makan malam dengan tekwan
Orang lain asyik berduaan
Ia meratap penuh kepiluan
Benih padi sedang ditebar
Bersihkan ladang dengan parang
Rindu di hati semakin lebar
Sayang yang dirindu miliknya orang
Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi Sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah
Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pesaka
Gadis Aceh berhati gundah
Menanti teruna menghulur tepak
Gula manis sirih menyembah
Adat dijunjung dipinggir tidak
Manis sungguh gula Melaka
Jangan dibancuh dibuat serbat
Sungguh teguh adat pusaka
Biar mati anak jangan mati adat
Anak teruna tiba di darat
Dari Makasar langsung ke Deli
Hidup di dunia biar beradat
Bahasa tidak dijual beli
Menanam kelapa di Pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitab Allah
Buah berangan di rumpun pinang
Limau kasturi berdaun muda
Kalau berkenan masuklah meminang
Tanda diri beradat budaya
Laksamana berbaju besi
Masuk ke hutan melanda-landa
Hidup berdiri dengan saksi
Adat berdiri dengan tanda
Berbuah lebat pohon mempelam
Rasanya manis dimakan sedap
Bersebarlah adat seluruh alam
Adat pusaka berpedoman kitab
Ikan berenang di dalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Pokok pinang ditanam rapat
Puyuh kini berlari-lari
Samalah kita menjunjung adat
Tunggak budaya semai dihati
Bukan kacang sebarang kacang
Kacang melilit si kayu jati
Bukan datang sebarang datang
Datang membawa hajat di hati
Budak-budak berlari ke padang
Luka kaki terpijak duri
Berapa tinggi Gunung Ledang
Tinggi lagi harapan kami
Helang berbega Si Rajawali
Turun menyambar anak merbah
Dari jauh menjunjung duli
Sudah dekat lalu menyembah
Angin kencang turunlah badai
Seumur hidup cuma sekali
Tunduk kepala jatuh ke lantai
Jari sepuluh menjunjung duli
Gobek cantik gobek cik puan
Sirih dikunyah menjadi sepah
Tabik encik tabiklah tuan
Kami datang membawa sembah
Doa mustajab selalu terkabul
Kepada Allah kita panjatkan
Sebelum berlangsung ijab dan kabul
Majlis berinai kita dulukan
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang dibuku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh
Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja
Hanya sambal dengan kerupuk
Ingin makan selera tiada
Begini nasib bujang lapuk
Malam dingin hati merana
Kutanam pinang rapat-rapat
Hingga petang malampun pekat
Cari gadis tak dapat-dapat
Jandapun tak ada yang terpikat
Harimau hutan mencium bau
Menangkap ikan tak kena-kena
Cari yang baru tiada yang mau
Cari yang seken cari kemana?
Hulubalang penjaga kerajaan
Bawa buah dan sayuran
Lihat orang bermesraan
Telah ludah lutut gemetaran
Panjang ekor si ikan pari
Jangan ditukar ikan buntal
Begini hidup seorang diri
Tidur malam memeluk bantal
Memang panjang ekornya pari
Tapi lezat ikan tenggiri
Memang diri tak ingin sendiri
Siapa mau jadi istri?
Siapa hendak ikan buntal
Boleh bawa satu pikul
Tidur malam peluk bantal
Kalau siang peluk dengkul
PANTUN NASIB KASIH TAK SAMPAI
Pantun Nasib berikut ini bertemakan kasih tak sampai. Tersusun dalam sebuah bunga rampai. Bagai cerita yang tersusun. Namun semuanya berbentuk pantun.
Tulis surat dengan pena
Karena malu wajah merona
Tidur mata tiada lena
Teringat dia yang di sana
Beras tersimpan dalam peti
Jangan simpan dalam goni
Hanya dia yang di hati
Belum bersatu hingga kini
Jangan bermain di atas bara
Kalau luka obatnya tiada
Ingin hati meminang segera
Sayang uangnya belum ada
Sawah luas senanglah petani
Anak nelayan melempar sauh
Demi cinta dan kasihku ini
Rela diri merantau jauh
Dengar cerita Tulang Bawang
Sebuah nama dari kerajaan
Merantau demi mencari uang
Tuk melamar gadis pujaan
Sungguh cantik anak rusa
Karena corak pada bulu
Meski susah tiada kurasa
Karena wajahnya membayang slalu
Api kecil bisa berkobar
Meski awalnya terlihat samar
Rasa hati tidak sabar
Ingin pulang dan melamar
Belok kiri belok kanan
Awas ada tikungan
Meski jauh perjalanan
Hati riang kan bertemu pujaan
Sore hati makan rambai
Lihat bendera berkibar-kibar
Sebentar lagi akan sampai
Mengapa dada berdebar-debar
Langit biru menghampar mega
Kayu panjang dipatahkan
Tidak kusangka tidak kuduga
Gadis pujaan sudah dinikahkan
Batu kali batunya keras
Dalam kali terdapat emas
Air mata menetes deras
Lutut terkulai badanpun lemas
PANTUN NASIB NASIB JOMBLO
Pantun nasib jomblo abadi. Masihlah jomblo sedang mencari. Bukan tak mau dengan si dia. Sedang mencari yang berbudi bahasa. Pasangan bukanlah mainan. Memadu kasih dengan tujuan. Agar bahagia bukan impian. Tetapi ia menjadi kenyataan.
Memang jomblo nasibnya mengenaskan. Banyak teman tapi kesepian. Banyak main ke rumah teman. Jika pulang barulah sadar. Sadar diri masih sendiri. Hatinya pilu rasa menggelepar. Dalam hati mencaci diri.
Terasi sama dengan belacan
Bawa sekerat dibungkus koran
Barisan jomblo hampir pingsan
Melihat temannya bermesraan
Kumpul-kumpul sedang arisan
Arisannya di Cik Galih
Mengapa jomblo terus-terusan
Mungkin banyak memilih-milih
Sarapan pagi dengan bakwan
Makan malam dengan tekwan
Orang lain asyik berduaan
Ia meratap penuh kepiluan
Benih padi sedang ditebar
Bersihkan ladang dengan parang
Rindu di hati semakin lebar
Sayang yang dirindu miliknya orang
Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi Sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah
Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Comments
Post a Comment