Puisi Kemerdekaan

 Bambu Runcing
Karya: Rayhandi

Di ujung bambu tajam menyikat
Mengoyak musuh hingga ampun
Di bilah tajam sakit mencekat
Siap siaga menelan musuh

Ujung bambu jadi saksi
Hitam rasa menyakit
Mengusir iblis dengan nyawa
Tanpa takut tanpa gentar

Rasa cinta tanah air
Menyatu di darah merah
Mengakar di tulang putih
Menguasai nafas

Mereka berjuang hingga raib
Bercerai dengan raga
Untuk bumi garuda
Untuk indonesia raya

Mereka mati dengan hormat
Memperjuangkan secerut kebebasan
Yang terenggut durjana
Untuk satu kemerdekaan.


Hari ini
Karya: Rayhandi

Hari ini kita berdiri di depan cermin
Memandang rupa hingga busana
Memandang diri yang takjub
Dengan lihai kita berlenggok

Hari ini lihatlah wajah wajah kita
Keras tanpa urat malu
Bagai tembok beton
Terpancar dengan bangga

Hari ini kita berdiri
Di bumi hitam begam
Di air biru jernih
Di udara putih bersih

Tapi tahukah dikau?
Bumi yang kita pijak adalah keringat para pahlawan
Mereka berjuang untuk tanah yang kita pijak dan untuk air yang kita minum

Hingga saat ini
Kita bisa terbang tanpa terkurung
Bisa berteriak tapa bekapan
Itu semua karena jasanya.


Kemerdekaan ini
Karya: Rayhandi

Kemerdekaan ini adalah usaha
Usaha tanpa menyerah para pahlawan

Kemerdekaan ini adalah keringat
Yang setia mencucur ruah hingga habis

Kemerdekaan ini adalah lelah
Lelah yang setia menghantu

Kemerdekaan ini adalah darah
Karena berjuta ton darah raib untuk kemerdekaan, tergadai

Kemerdekaan ini adalah nyawa
Karena di indonesia ini beratus ratus tahun silam nyawa melayang

Semuanya untuk indonesia
Semuanya untuk senyum anak indonesia
Semuanya untuk masa depan indonesia yang lebih cerah.


Terima kasih pahlawan
Karya: Rayhandi

Karena jasamu kita merdeka
Hidup di ujung barat hingga timur
Tanpa takut dan gugup yang membara

Kau rela mati demi kami
Kau rela miskin demi kami
Kau rela menderita demi kami
Untuk kami kau rela hancur

Berkatmu indonesia bisa merdeka
Mengepak sayap melesat langit
Berkatmu indonesia bisa jaya
Menembus zaman hingga canggih

Tak terbayang jika keberanian itu tak tumbuh di hati kalian
Tak terbayang jika kesabaran itu takmenyertai derita kalian
Tak terbayang jika semangat itu tak membakar bara kalian.

Kami anak muda kami bangsa indonesia
Berterima kasih untuk jasa jasamu para pahlawan
Karena perjuangan yang luar biasa kalian
Indonesia bisa menikmati udara kemerdekaan.


Terbanglah Indonesia
Karya: Rayhandi

Terbanglah indonesia
Terbang ke langit bebas
Gapai bintang hingga jauh melambung
Tunjukkan pada dunia merah putihmu

Terbanglah indonesia
Takkan ada yang bisa mengikatmu
Juga mengurungmu
Kita bukan jangkrik di dalam kotak
Kita bebas merdeka

Terbanglah indonesia
Terbanglah kemana kau ingin terbang
Lihatlah kemana kau ingin lihat
Cintailah apa yang kau ingini
Kebebasan bersandar di raga kita
Karena kita merdeka

Terbanglah indonesia
Dunia harus tahu indonesia bangsa yang hebat
Bangsa yang menghargai perdamaian
Tapi bukan berarti bisa diam jika kebebasan kita di renggut
Takkan kita biarkan hak kita di injak injak.

Terbanglah indonesia
Di ujung samudera kedamaian kita memuncah
Berdiri di atas gunung
Kita jaga laut kita kita jaga bumi kita
Takkan kita biarkan indonesia hancur kembali
Karena indonesia sudah merdeka di tahun empat lima.

PRAJURIT JAGA MALAM
Karya : Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

GERILYA
Oleh : W S Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

ATAS KEMERDEKAAN
Oleh : Supardi Djoko Damono

kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala

terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari  yang ketujuh tiba

sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

MENATAP MERAH PUTIH

Menatap merah putih
melambai dan menari – nari di angkasa

kibarannya telah banyak menelan korban
nyawa dan harta benda

berkibarnya  merah putih
yang menjulang tinggi di angkasa

selalu teriring senandung lagu Indonesia Raya
dan tetesan air mata
dulu, ketika masa perjuangan pergerakan kemerdekaan
untuk mengibarkan merah putih
harus diawali dengan pertumpahan darah
pejuang yang tak pernah merasa lelah
untuk berteriak : Merdeka!

menatap
merah putih adalah perlawanan melawan angkara murka
membinasakan penidas dari negeri tercinta
indonesia

menatap
merah putih adalah bergolaknya darah
demi membela kebenaran dan azasi manusia
menumpas segala penjajahan
di atas bumi pertiwi

menatap
merah putih adalah kebebasan
yang musti dijaga dan dibela
kibarannya di angkasa raya

berkibarlah terus merah putihku
dalam kemenangan dan kedamaian

HARI KEMERDEKAAN

Akhirnya tak terlawan olehku
tumpah dimataku, dimata sahabat-sahabatku
ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera
bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal

tanah dimana kuberpijak berderak
awan bertebaran saling memburu
angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali
makin samar
mencapai puncak kepecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan

menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan dilembah
memandangi tepian laut
tetapi aku menggengam yang lebih berharga
dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan.

Untukmu Pahlawan Indonesiaku

Demi negri…
Engkau korbankan waktumu
Demi bangsa…
Rela kau taruhkan nyawamu
Maut menghadang di depan
Kau bilang itu hiburan

Tampak raut wajahmu
Tak segelintir rasa takut
Semangat membara di jiwamu
Taklukkan mereka penghalang negri

Hari-hari mu di warnai
Pembunuhan dan pembantaian
Dan dihiasi Bunga-bunga api
Mengalir sungai darah di sekitarmu
Bahkan tak jarang mata air darah itu
Yang muncul dari tubuhmu
Namun tak dapat…
Runtuhkan tebing semangat juangmu

Bambu runcing yang setia menemanimu
Kaki telanjang yang tak beralas
Pakaian dengan seribu wangian
Basah di badan keringpun di badan
Yang kini menghantarkan indonesia
Kedalam istana kemerdekaan

***

Puisi Kepahlawanan – Pupus Raga Hilang Nyawa

Napak tilas para pahlawan bangsa
Berkibar dalam syair sang saka
Berkobar dalam puisi indonesia
Untuk meraih Cita-cita merdeka

Napak tilas anak bangsa
Bersatu dalam semangat jiwa
Bergema di jagat nusantara
Untuk meraih prestasi dan karya

Merdeka…
Kata yang penuh dengan makna
Bertahta dalam raga pejuang bangsa
Bermandikan darah dan air mata

Merdeka…
Perjuangan tanpa pamrih untuk republik tercinta
Menggelora di garis khatulistiwa
Memberi kejayaan bangsa sepanjang masa

Merdeka…
Harta yang tak ternilai harganya
Menjadi pemicu pemimpin bangsa
Untuk tampil di Era dunia

***

Puisi Pahlawan – Pengorbanan

Mengucur deras keringat
Membasahi tubuh yang terikat
Membawa angan jauh entah kemana
Bagaikan pungguk merindukan bulan
Jiwa ini terpuruk dalam kesedihan

Pagi yang menjadi malam
Bulan yang menjadi tahun
Sekian lama telah menanti
Dirinya tak jua lepas

Andai aku sang Ksatria
Aku pasti menyelamatkanya
Namun semua hanya mimpi
Dirinyalah yang harus berusaha
Untuk membawa pergi dari kegelapan abadi
(Puisi Karya Siti Halimah)

***

Di Balik Seruan Pahlawan

Kabut…
Dalam kenangan pergolakan pertiwi
Mendung…
Bertandakah hujan deras
Membanjiri rasa yang haus kemerdekaan
Dia yang semua yang ada menunggu keputusan Sakral

Serbu…
Merdeka atau mati Allahu Akbar
Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa
Dalam serbuan bambu runcing menyatu
Engkau teruskan Menyebut Ayat-ayat suci
Engkau teriakkan semangat juang demi negri
Engkau relakan terkasih menahan tepaan belati
Untuk ibu pertiwi

Kini kau lihat…
Merah hitam tanah kelahiranmu
Pertumpahan darah para penjajah keji
Gemelutmu tak kunjung sia
Lindunganya selalu di hatimu
Untuk kemerdekaan Indonesia Abadi
(Puisi Karya Zshara Aurora)

***

Untuk Pahlawan Negriku

Untuk negriku…
Hancur lebing tulang belulang
Berlumur darah sekujur tubuh
Bermandi keringat penyejuk hati

Ku rela demi tanah airku
Sangsaka merah berani
Putih nan suci
Melambai-lambai di tiup angin
Air mata bercucuran sambil menganjungkan do’a
Untuk pahlawan negri
Berpijak berdebu pasir
Berderai kasih hanya untuk pahlawan jagat raya
Hanya jasamu yang bisa ku lihat
Hanya jasamu yang bisa ku kenang
Tubuhmu hancur lebur hilang entah kemana
Demi darahmu…
Demi tulangmu…
Aku perjuangkan negriku
Ini Indonesiaku

***

Puisi – Pahlawanku

Pahlawanku…
Bagaimana Ku bisa
Membalas Jasa-jasamu
Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi

Haruskah aku turun ke medan perang
Haruskah aku mandi berlumuran darah
Haruskah aku tersusuk pisau belati penjajah
Aku tak tahu cara untuk membalas Jasa-jasamu

Engkau relakan nyawamu
Demi suatu kemerdekaan yang mungkin
Tak bisa kau raih dengan tanganmu sendiri
Pahlawanku engkaulah bunga bangsa
(Puisi Karya Rezha Hidayat)

***

Puisi Perjuangan – Indonesiaku Kini

Negaraku cinta indonesia
Nasibmu kini menderita
Rakyatmu kini sengsara
Pemimpin yang tidak bijaksana
Apakah pantas memimpin negara
Yang aman sentosa

Indonesiaku tumpah darahku
Apakah belum bangun dan terjaga
Pemimpin yang kita bangga
Apakah rasa kepemimpinan itu,
Masih tersimpan di nurani
Dan tertinggal di lubuk hati

Rakyat membutuhkanmu
Seorang khalifatur Rasyidin
Yang setia dalam memimpin
Yang menyantuni fakir miskin
Mengasihi anak yatim

Kami mengharapkan pemimpin
Yang sholeh dan solehah
Menggantikan tugas Rasulullah
Seorang pemimpin Ummah
Yang bersifat Siddiq dan Fatanah

Andai aku menemukan
Seorang pemimpin dunia
Seorang pemimpin negara dan agama
Seorang pemimpin Indonesia ku tercinta
Allah maha mengetahui dan yang mengetahuinya
(Puisi Karya Awaliya Nur Ramadhana)

***

Puisi Pahlawan – Bambu Runcing

Mengapa engkau bawa padaku
Moncong bayonet dan sangkur terhunus
Padahal aku hanya ingin merdeka
Dan membiarkan Nyiur-nyiur derita
Musnah di tepian langit

Karena kau memaksaku
Bertahan atau mati
Dengan mengirim ratusan Bom
Yang engkau ledakkan di kepalaku
Aku terpaksa membela diri

Pesawat militermu jatuh
Di tusuk bambu runcingku
Semangat perdukaanmu runtuh
Kandas di Batu-batu cadas
Kota Surabaya yang panas

***

Puisi Perjuangan – Pemuda Untuk perubahan

Indonesiaku menangis
Bahkan Tercabik-cabik
Dengan hebatnya pengusaanya sang korupsi
Tak peduli rakyat menangis

Kesejahteraan jadi Angan-angan
Keadilan hanyalah Khayalan
Kemerdekaan telah terjajah
Yang tinggal hanya kebodohan

Indonesiaku, Indonesia kita bersama
Jangan hanya tinggal diam kawan
Mari kita bersatu ambil peranan
Sebagai pemuda untuk perubahan
(Puisi Karya Ananda Rezky Wibowo)

TAK TAHU
Oleh Anggun Selvia

Ku duduk dikursi
ditemani meja kerja
dan bayangan alam
alam dengan angin yang berhembus
daun yang melambai- lambai
hingga terasa tanaman itupun asyik bergoyang…

Siang ini, aku terdiam dan melihat keelokan dunia
dengan membuka mata yang lebar
memandang dengan jarak terjauh
hingga pikiranpun tak terisi tanpa harap

Hatipun bicara,
Bicara dengan yang punya Dunia,
Bicara dengan pemberi segalanya,
“Tuhan, ku berdiri hingga sekarang ini bukan tanpa tujuan
Aku memeiliki harapan hidup yang begitu luar biasa
Aku yakin Engkau mengetahuinya &
Aku jg yakin Engkau melihatku

Aku tidak mau menghabiskan sisa waktumu kecuali sebagai pengabdian
ku ingin abdikan semua kepada Dia Ibuku Serta KepadaMu untk mencari Ridho…

Namun kadang aku berfikir,
mungkinkah ada hati yang terluka karena telah lama menungguku?
mungkinkah aku wanita yang berdosa karena cukup panjang memberi harapan tanpa jawaban…
haruskah aku mematahkan apa yang menjadi prisinpku?

Rasanya tidak Tuhan,
Bukan begitu jawabnya..
Namun
Aku harus tetap berdiri sebagai tumpuan hidup keluargaku…

Maka Tuhan, beri aku jalan terbaikmu sebagai akhir kehidupanku
hingga nanti sampai batas waktu kau menjemputku..
karena sesungguhnya aku lah milikmu dan Engkaulah pemberi Segala…

***

Ini Negri Kita
Oleh Firly Naya

Bangunlah, Kawan
Berdirilah
Untuk apa kau terdiam
Ratapi saja nasib negrimu
Biarkan saja
Jika kau tak mau perubahan
Pagimu apa kau perbuat
Siangmu apa kau manfaat
Malammu semua terlewat
Bangunlah, Kawan
Negri ini milik kita
Tapi kau biarkan mereka ambil
Negri ini milik kita
Negri kita ini kaya
Bangunlah, Kawan
Lalu buka matamu
Engkau masih muda
Waktumu masih ada
Dan bergeraklah sekarang
Sekarang juga

***

BANGKIT
Oleh Selvi Deliana

Berhenti menatap elang yang terbang
Lihat bintang yang terang
Menghiasi langit begitu riang
Berkelap kelip sangat girang

Andai seribu cahaya ku pegang
Menerangi jiwa yang tegang
Menyinari diri yang malang
Menyingkirkan bodoh yang garang

Namun semangat tak meregang
Akan ku cari hidup yang gemilang
Untuk bangkit dan berjuang
Untuk sukses yang tak terbayang

DIORAMA
Oleh Anggalih Bayu Muh Kamim

Deras darah memeras daya
Keras tak salah, memelas segala upaya
Denyut menghanyut kelaraan
Sakit merakit kebenaran
Matanya sebelah picak,
Dayanya tlah meledak
Bum……… bum……..
Jedar………. jedor…….
Sang kepala kan jadi prasasti
Para tangan seakan dicaci maki
Sang kepala diberhalakan
Para tangan dilarungkan
Bum……… Jedar…………
Mengaum, memberontak cetar
Bum………. Jedor………….
Alum, daya mengendor
Tatkala rapuh, ketika tinggal kenangan

Jedar……….. Bum…………. Jedor……….
Tatkala Asar merah putih kendor
Daya beralih asa
Rasa beralih duka

Jedar…….. Jedor…………
Tiada tunjangan
Veteran kendor

***

SUKAR
Oleh Ahmad Mashudi

Suruh dia menendang tongkat itu..
Yang menghadap keatas menjulang menantang..
Tiada takut roboh jengahnya hidup..
Lebih tak sanggup mati akan datang..
Seperti dalam karung harus lepas..
Berlari tak bosan melawan duri..
Darah yang keluar sakit tiada rasa..
Tak berkucur terobati nikmat..

Selalu ada lelah dalam tiap langkah..
Asal tak berhenti di sini..

Bijaklah sekuat pendirian hati..
Harus slalu kau tanya keberanian itu..

Pasti kau tahu banci kerdil bersembunyi..
Tertutupi ocehan celoteh hujatan maki..
Tampak emosi diri merangkul nyali..
Tapi seperti pedang berbalik sayat belati..
Lebam tergores bodoh yang tak disadari..
Sia-sia atau berarti sekali lagi..

***

BIMBANG
Oleh Lino Neparasi

Sayup – sayup kasih masih terasa
Ku hirup rasa tanpa mendua
jejak kecil perlahan tersapu
membunuh imajinasi masa lalu
setengah sadar kupahat harap
hadirkan janji yang telah berlalu

Rasa itu penyakit mematikan
perlahan menjalar dan tak terhentikan
siapa mampu meninju rasa yang kian menjangkit
biarlah menjalar tanpa obat pembangkit

Pada siapa ku mengiba?
nyala lilin semakin redup
sayu mata menatap langit
kutulis mimpi dengan pahatan askara
haruskah kubertahan seperti domba dalam kadang kambing?
atau memberontak bebas merdeka
secuit sukma mengusik
tersesat di padang belantara?

Resah Kutatap hujan
dinginya menyiksa tanpa ampun
ku rindukan hangatnya mentari
dulu kau tak terlambat bersinar
mengapa?
mungkinkah alam cemburu dengan keakraban ini?
aku tak mengerti

Kutatap lagi semut di dinding
masih sama, dia bersahabat
aku lelah
ingin kurobohkan kokohnya pondasi
biar semuanya rata tak berbekas.

IMPREALISME HAWA NAFSU
Oleh Kurniawan Syah Putra

Sadarkah kita ?
Nafsu telah menjajah diri
Keegoisan, ketamakan, saling curiga, adu domba
Menjadi tradisi yang diwariskan kompeni.

Imperialisme oleh bangsa sendiri ?

Entahlah..
Sesuatu yang tak kasat mata
Namun terasa.
Negeri ini sedang digrogoti oleh sebagian kecil bangsa ini.
Ya… mereka yang berdiri di atas kepentingan mereka dan golongannya.

Siapa ?

Mereka yang berteriak “maling”
Padahal mereka merampok
di teriknya matahari.
Mereka berbisik “prihatin”
Di kegelapan mereka menikam.

Mereka seakan ikut mengusung
Gerbong lokomotif reformasi
Bertopengkan perubahan
Mengatas namakan jeritan rakyat.

Siapa berani menyangka
Perlawanan mereka
Karna kaki mereka terjepit
Bukan karna menolong
kaki saudara mereka yang terinjak-injak
Siapa pula berani menduga
Teriakan mereka
hanya lecutan bagi yang lain
Sementara mereka
Berkipas-kipas berdiam diri.

Hinga tirani tergantikan
Mereka berkoar
Seolah-olah mereka reformis sejati.

***

SEKALI MENGUDARA, TETAP JAYA DI UDARA
Oleh Euniek Pakiding

Alunan kata-kata
Ciptakan sebuah maksud
Melodi-melodi lagu
Terdengar menyapa hati
Hanya terdengar maksud kata
Dalam komposisi sapaan lagu-mu
Menghibur, bahkan mengisi harmoni kehidupanku
Perpaduan bunyi-bunyi itu beserta kata
Bergema dalam sebuah tempat

Al-hasil… senyuman pun
Tak mampu mengekspresikannya

Aku mengudara…
Aku berbicara…
Bantuan musik memaksimalkan style-ku
Hadir di udara, tanpa harus terlihat
Tapi dunia riang menyambut
Sebut aku frekuenzi megahertz
Mengantar gelombang sinyal radio
Ditangkap oleh dunia hiburan
Didengar indera telinga yang kreatif
Untuk jadi motivasi melangkah
Kini aku mengudara lagi
Dan aku akan tetap berada di udara
Mencapai titik tinggi yang di sebut jaya
Maka kini aku berkata:

Sekali mengudara, akan tetap jaya di udara
Bersama sang inspirasiku

***

SAJAK PERJUANGAN PEMUDA
Oleh Aditya prasetyo

Melihat berpuluh-puluh, tahun yang lalu.
Terlihat,bermacam-macam peristiwa yang mencekam.
Tangisan,perpecahan,perselisihan bahkan peperangan yang bersimbah darah pun tak terlewatkan,

demi negeri ini.hanya untuk negeri ini
Ya,itu zaman dulu ,

Apa yang terjadi pada zaman sekarang?
Yang hanya mementingkan kelompok,etnis ,dan dirinya sendiri. Dan melupakan negeri ini.l

alu pepatah berkata” Seperti kacang lupa pada kulit.”. .ini lah!!! Saat nya, para pemuda bangkit dari tidur mu.dan berdiri paling depan.

DENGAR SUARA KAMI
Oleh Muhammad Ridwan Na’im

Sembilan belas empat lima
Proklamasi bergema
Teriakan “Merdeka” dan suka cita
Menghiasi Bumi Indonesia

Garuda pun naik tahta
Memekik dengan lantangnya
Sang saka pun mengudara
Berkibar dengan gagahnya

Namun seiring menuanya masa
Semua itu tinggal cerita
Mulai tercabik ibu pertiwi
Oleh ulah kaum priyayi

Mereka semakin kaya
Berjalan dengan sebelah mata
Tanpa melihat kami rakyat biasa
Yang mengemis makna merdeka

Tikus berdasi merajalela
Menggerogoti harta negara
Tak pernah kenyang perut mereka
Meski permata habis ditelannya

Kini merdeka telah sirna
Dari bumi indonesia
Kini merdeka tinggal kata
Tanpa arti, tanpa makna

Dengarlah suara kami, penguasa
Sudah tiadakah pemimpin yang bijaksana?
Yang memimpin tanpa menguras harta negara

Dengarlah suara kami, penguasa
Kembalikan merdeka yang telah sirna
Buatlah garuda kembali mengudara
Demi INDONESIA JAYA

***

KALIMAT TERAKHIR DENGAN HATI
Oleh Novi Hikmah Wati (akt)

Terlambat kah untukku menyampaikan ini
Kata yang bersatu menjadi kalimat
Kalimat yang akan mengingat kan kita
Tentang indahnya perbedaan
Tentang perjalanan yang buat kita sampai disini
Dengan waktu yg berjalan sangat cepat
Hingga kita berada dibwah alam kesadaran
Meibaratkan itu memang mudah
Tapi melakukannya itu yang susah
Dengan perkataan seseorang akan tegar
Tapi dengan perkataan seseorang juga akan rapuh
Ku ingin kita diibaratkan seperti mata & tangan
Saat tangan terluka, mata menangis
Saat mata menangis tangan mengusap airmata
Karna disinilah kita saling menjaga
Sahabat bisa dibilang seperti bintang
Walaupun jauh dia tetap bercahaya
Meski kadang menghilang, namun dia tetap ada
Tak mungkin dimiliki, tapi tak mungkin bisa dilupakan
Dan selalu ada dalam hatii
Ya memang ..
Walaupun persahabatan bagaikan kaca pecah berserakan
Tapi itu bukan berarti akhir dari keindahan
Hamparan pecahannya masih bisa dijadikan cermin
Cermin untuk melihat sebuah kenangan
Mungkin benar kita akan berpisah
Tapi perpisahan bukanlah akhir dari semuanya
Kita berpisah hanya karena ingin lebih mngenal diri
Kita berpisah hanya karena harus melangkah
Melangkah berlari untuk mengejar impian
Impian yg telah menunggu kita untuk meraihnya
Dan kita sama mempunyai keyakinan
Yakin bahwa kita akan bersama lagi
Kita akan bermandi keringat tanpa jeda (saat olahraga)
Menghempas tangis bersama (saat video renungan)
Melemparkan canda tawa ke segala mata (saat brmain & brnynyi)
Semua hal kenangan indah pasti akan terulang
Dan ingatlah teman..
Jalani hidup kalian dengan keindahan
Jalani hidup kalian dengan kebenaran
Jalani hidup kalian dengan kasih sayang
Karna..
Dalam setiap keindahan selalu ada mata yg memandang
Dalam setiap kebenaran selalu ada telinga yg mendengar
Dan dalam setiap kasih selalu ada hati yg menerima
Ya.. terimakasih kawan
Semoga kalian ingat selalu dengan wajah
Wajah wajah teman yang berada di masalalu
Yaitu wajah sahabat kalian yg berada saat ini
Dan mungkin wajah teman dimasa lalu ..
Akan menjadi teman pendamping dimasa depan 😀

***

BADAI DARAH
Oleh Fahmi Idris Al Bughuri Al Jawi

Semangat perjuangan sedang bekobar!!
Hancur kandas ditengah kecerobohan..
Peluru timah menelusuk badan
Menunggu waktu datanganya kematian

Bom berteriak pertanda memancing emosi
Terasa gempa seluruh tubuh ini
Tak peduli hidup mati
Mengajak malaikat maut untuk berkompromi

Satu dekade telah terlampaui
Peti kematian sudah tak mengerti
Ribuan pahlawan telah mati
Algojo terus menyiksa sembari menari

Dosa sudah tidak diperhitungkan
Karena telah buta oleh keduniawian
Tuhan hanya dianggap kebohongan
Takdir tak salah pun disalahkan

Nyawa hanya dihargai sebulir embun
Bagai sebuah nestapa diujung Kenangan
Kekalahan hanya menjadikan kesia sian
Kemenangan hanya menghasilkan kebosanan

Comments

Popular posts from this blog

Privacy Police

Pantun Teka-Teki

Tips & Trik Memainkan Pokeman GO